Mei 30, 2008

Aspek Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda Atas Tanah Pasca Kerusuhan Di Kec. Sirimau Kota Ambon Prov. Maluku


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang dicita-citakan.
Untuk mencapai cita-cita Negara tersebut diatas,maka dibidang agraria perlu adanya suatu rencana (planning) mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan Negara. Rencana umum (national planning) yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian diperinci menjadi rencana-rencana khusus (regional planning) dari tiap-tiap daerah. Dengan adanya planning itu maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur sehingga dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara dan rakyat.

Dengan demikian maka jelaslah bahwa tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia, yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai tumpuan masa depan kesejahteraan manusia itu sendiri. Berdasarkan jalan pemikiran tersebut dan agar tanah digunakan sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). mengisyaratkan bahwa tanah itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi seluruh rakyat.
Secara konstitusional, UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) menyatakan bahwa “bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dari ketentuan dasar ini, dapat diketahui bahwa kemakmuran rakyatlah yang menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Untuk melaksanakan hal tersebut, di bidang pertanahan telah dikeluarkan UUPA. Dari penjelasan umum UUPA dapat diketahui bahwa Undang-Undang ini merupakan unifikasi di bidang Hukum Pertanahan.
Dalam rangka menjamin kepastian hak dan kepastian hukum atas tanah, UUPA telah menggariskan adanya keharusan untuk melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia, sebagaimana diamanatkan Pasal 19 UUPA. Pasal tersebut mencantumkan ketentuan-ketentuan umum dari pendaftaran tanah di Indonesia, yaitu:
(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal ini meliputi :
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

(4) Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (2) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.


Ketentuan dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA tersebut merupakan ketentuan yang ditujukan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia, yang sekaligus juga merupakan dasar hukum bagi pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka memperoleh surat tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sebagaimana dibahasakan dalam pasal 23 ayat (1) UUPA:tentang hak milik Demikian halnya dengan setiap peralihan dan hapusnya pembebanan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19,dan Pasal 32 ayat (1) UUPA,tentang “Hak Guna Usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, bahwa setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal tersebut diatas.
Untuk menindak lanjuti hal tersebut, telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sebagai penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah sebelumnya. Penyelenggaran pendaftaran tanah dalam masyarakat merupakan tugas Negara yang diselenggarakan oleh Pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan status hak atas tanah di Indonesia.
Adapun tujuan dari pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dalam Pasal 3 adalah:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Maluku adalah salah satu Provinsi yang sebelum terjadi kerusuhan, adalah daerah yang penerapan sistem pendaftaran tanah dirasakan telah berhasil, dimana hampir tidak pernah terdengar terjadi sengketa dibidang pertanahan. Hal ini dapat dilihat pada setiap pemilik tanah baik masyarakat kota maupun desa telah mempunyai surat tanda bukti kepemilikan hak atas tanah (Sertifikat).
Namun pasca kerusuhan di Kecamatan Sirimau Kota Ambon Provinsi Maluku, kenyataannya berbanding terbalik. Tanah atau lahan yang sudah bersertifikat menimbulkan masalah tersendiri, klaim hak milik atas sebidang tanah atau lahan oleh dua belah pihak yang sama-sama memiliki surat tanda bukti kepemilikan hak atas tanah (Sertifikat) Kerap terjadi, dan tidak jarang menyulut konflik horisontal.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang menjadi bahan penelitian penulis nantinya ialah sebagai berkut :
1. Faktor Apakah yang Menyebabkan Terjadinya Sertifikat Ganda Atas Tanah Pasca Kerusuhan di Kecamatan Sirimau Kota Ambon?
2. Sejauhmana Upaya Penyelesaian Sengketa Antara Para Pihak Mengenai Sertifikat Ganda Atas Tanah Pasca Kerusuhan Di Kecamatan Sirimau Kota Ambon ?

1.3 Tujuan dan Kegunan Penelitian
1.3.1. Tujuan penelitian
1) Untuk mengetahui apakah yang menyebabkan terjadi sertifikat ganda atas tanah di Kota Ambon.
2) Untuk mengetahui sejauh mana penyelesaian sengketa antara para pihak mengenai sertifikat ganda atas tanah Pasca Kerusuhan di Kota Ambon.

1.3.2. Kegunaan Penelitian
1) Dapat dijadikan acuan atau referensi awal bagi peneliti selanjutnya terutama masalah yang berkaitan dengan sertifikat ganda atas tanah.
2) Diharapkan menjadi bahan masukan kepada Badan Pertanahan Nasional Kota Ambon sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai lembaga yang bertugas di bidang pertanahan

1.4 Metode Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada keseluruhan Desa dan Kelurahan yang berada dalam Kecamatan Sirimau Kota Ambon Provinsi Maluku, hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa wilayah pada Kecamatan Sirimau ini adalah daerah dimana sering terdengar kasus sengketa tanah dan sertifikat ganda atas tanah.
b. Jenis dan Sumber Data
Sumber atau jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dua jenis data yaitu :
1) Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak-pihak yang terkait di lapangan penelitian, dengan mengadakan wawancara secara langsung kepada Aparat Pemda Kota Ambon, Aparat Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Ambon, Hakim Pengadilan Negeri, Aparat kecamatan dan kelurahan sirimau, dengan cara menggunakan daftar pertanyaan.
2) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan, dalam hal ini menelaah buku-buku atau literatur, dan perundang-undangan yang ada relevansinya dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.
c. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan tekhnik pengumpulan data sebagai berikut :
1). Observasi, yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung dilapangan, terhadap penduduk yang menjadi korban penerbitan sertifikat ganda atas tanah.
2). Wawancara, yaitu penulis mewawancarai beberapa narasumber yaitu :
1. Aparat Pemda Kota Ambon : 3 orang
2. Aparat Kantor Badan Pertanahan Nasional : 3 orang
3. Hakim Pengadilan Negeri : 2 orang
4. Aparat kecamatan/kelurahan : 4 orang
5. Tokoh Masyarakat : 4 orang
Jumlah Narasumber : 16 orang
3). Penyebaran angket yaitu daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya dan akan diedarkan kepada masyarakat yang menjadi korban sengketa penerbitan sertifikat ganda atas tanah sebanyak 75 orang.
d. Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif, dan selanjutnya diuraikan secara deskriptif, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang dapat dipahami secara jelas dan terarah berkaitan dengan sengketa sertifikat ganda atas tanah Pasca kerusuhan di Kecamatan Sirimau Kota Ambon Provinsi Maluku.
Analisis kualitatif menggunakan rumus :



Keterangan :
P = Persentase
F = Frekuensi
N = Jumlah Frekuensi









BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain. (2007: 1)

Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :

Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. (2003: 14)

Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya. Kemudian sebagaimana devenisi sengketa diatas terdapat beberapa bentuk sengketa yang sering dijumpai yakni :
1. Sengketa dibidang Ekonomi
2. Sengketa dibidang Pajak
3. Sengketa dibidang Internasional
4. Sengketa dibidang Pertanahan
Sebagaimana bentuk-bentuk sengketa yang dipaparkan diatas maka yang menjadi pokok dalam pembahasan ini adalah sengketa dibidang pertanahan. sengketa dibidang pertanahan dapat didefenisikan menurut Irawan Surojo yakni :
Sengketa tanah adalah merupakan konflik antara dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan berbeda terhadap satu atau beberapa obyek hak atas tanah yang dapat mengakibatkan akibat hukum bagi keduanya. (12:2006)

Senada dengan hal tersebut diatas Edi Prajoto mengatakan Bahwa :

Sengketa tanah adalah merupakan konflik antara dua orang atau lebih yang sama mempunyai kepentingan atas status hak objek tanah antara satu atau beberapa objek tanah yang dapat mengakibatkan akibat hukum tertentu bagi para pihak. (2006:21)

Dari devenisi diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa tanah adalah merupakan konflik antara beberapa pihak yang mempunyai kepentingan yang sama atas bidang-bidang tanah tertentu yang oleh karena kepentingan tersebut maka dapat menimbulkan akibat hukum.
Dalam bidang pertanahan ada dikenal sengketa sertifikat ganda dimana pada satu objek tanah diterbitkan dua sertifikat, dimana hal ini dapat mengakibatkan akibat hukum.
Sengketa sertifikat ganda adalah bentuk kesalahan administratif oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) dalam hal melakukan pendataan/pendaftaran tanah pada satu objek tanah yang mengakibatkan terjadinya penerbitan sertifikat tanah yang bertindih sebagian atau keseluruhan tanah milik orang lain.
2.1.1 Tipologi Sengketa Tanah
Adapun beberapa tipologi sengketa dibidang pertanahan yang marak menjadi perhatian dewasa ini adalah :
1. Pendudukan tanah perkebunan atau non perkebunan atau tanah kehutanan dan atau tanah aset Negara/pemerintah, yang dianggap tanah terlantar;
2. Tuntutan pengembalian tanah atas dasar ganti rugi yang belum selesai, mengenai tanah-tanah perkebunan, non perkebunan, tanah bekas tanah partikelir, bekas tanah hak barat, tanah kelebihan maksimum dan pengakuan hak ulayat;
3. Tumpang tindih status tanah atas dasar klaim bekas eigendom, tanah milik adat dengan bukti girik, dan atau Verponding Indonesia, tanah obyek landreform dan lain-lain;
4. Tumpang tindih putusan pengadilan mengenai sengketa tanah.
2.1.2 Beberapa Faktor Penyebab Sengketa Sertifikat Ganda Atas Tanah
Adapun beberapa faktor penyebab sehingga terjadinya sengketa sertifikat ganda atas tanah menurut Edi Pranjoto yaitu :
1. Persediaan tanah relatif terbatas sementara pertumbuhan penduduk meningkat
2. Ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, pembangunan dan pemanfaatan tanah
3. Tanah terlantar
4. Pluralisme hukum tanah dimasa kolonial
5. Persepsi dan kesadaran hukum masyarakat terhadap penguasaan dan pemilikan tanah
6. Inkonsistensi kebijakan pemerintah dalam penyelesaian masalah
7. Reformasi
8. Kelalaian petugas dalam proses pemberian dan pendaftaran hak atas tanah
9. Sistem peradilan
10. Lemahnya sisitem administrasi pertanahan
11. Tidak terurusnya tanah-tanah aset instansi pemerintah (2006: 32)

2.2 Pengertian Sertifikat Ganda Atas Tanah
Sertifikat ganda atas tanah adalah sertifikat yang diterbitkan oleh BPN yang akibat adanya kesalahan pendataan pada saat melakukan pengukuran dan pemetaan pada tanah, sehingga terbitlah sertifikat ganda yang berdampak pada pendudukan tanah secara keseluruhan ataupun sebagaian tanah milik orang lain.
Apabila dintinjau dari pengertian sertifikat itu sendiri maka sertifikat adalah tanda bukti hak atas tanah, yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut ketentuan peraturan dan perundang-undangan. Sertifikat hak atas tanah membuktikan bahwa seseorang atau suatu badan hukum, mempunyai suatu hak atas bidang tanah tertentu.
Pada kenyataannya bahwa seseorang atau suatu badan hukum menguasai secara fisik dan menggunakan tanah yang bersangkutan tidak serta merta langsung membuktikan bahwa ia mempunyai hak atas tanah yang dimaksud. Adanya surat-surat jual beli, belum tentu membuktikan bahwa yang membeli benar-benar mempunyai hak atas tanah yang di belinya. Apalagi tidak ada bukti otentik bahwa yang menjual memang berhak atas tanah yang dijualnya. Dalam konteks inilah terjadi pendudukan tanah secara tidak sah melalui alat bukti berupa dokumen (sertifikat) yang belum dapat dijamin kepastian hukumnya.
Maksud gambaran diatas adalah suatu peristiwa penerbitan sertifikat ganda atas tanah, yang mengakibatkan adanya pemilikan bidang tanah atau pendudukan hak yang saling bertindihan satu dengan yang lain. Sejalan dengan itu Parlindungan menyatakan :
Yang dimaksud dengan sertifikat ganda adalah surat keterangan kepemilikan (dokumen) dobel yang diterbitkan oleh badan hukum yang mengakibatkan adanya pendudukan hak yang saling bertindihan antara satu bagian atas sebagian yang lain. (1997:113).

Dari pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sertifikat ganda adalah surat keterangan kepemilikan yang diperoleh baik secara sah ataupun tidak sah yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan suatu akibat hukum (sengketa) bagi subjek hak maupun objek hak. Hal ini senada dengan Kartasaputra. bahwa :
Sertifikat dobel/ganda adalah surat tanda bukti kepemilikan hak atas tanah yang diterbitkan oleh lembaga hukum (BPN) yang terbit diatas satu objek hak yang bertindih antara satu objek tanah sebagian atau keseluruhan, yang dapat terjadi suatu akibat hukum. (2005:120).

Dalam pembahasan devenisi mengenai Sertifikat ganda sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa yang mendasari sehingga terjadinya sertifikat ganda adalah akibat dari kesalahan pencatatan pada saat petugas melakukan pengukuran dan perpetaan, adapun hal serupa sebagaimana disebutkan Sugiarto mengatakan bahwa :
Sertifikat dobel/ganda adalah sertifikat yang diterbitkan lebih dari satu pada satu bidang tanah oleh Kantor Pertanahan, sehingga mengakibatkan ada kepemilikan bidang tanah hak yang saling bertindih, seluruhnya atau sebagian. (2000: 115).

Sebagimana pengertian yang terkandung dalam sertifikat ganda Sebagimana yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional akibat dari kesalahan administrasi maka hal serupa disampikan oleh Edi Pranjoto yang menyatakan bahwa ” Kantor pertanahan menerbitkan dua sertifikat untuk satu objek tanah yang diberikan kepada dua subjek hukum yang sama-sama mengakui sebagai pemiliknya.” (2006: 24)

2.3 Prosedur Penerbitan Sertifikat Tanah
Sertifikat hak atas tanah adalah tanda bukti hak atas tanah, yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. dalam proses sertifikasi tanah untuk pertama kali maka melalui pasal 32 Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menjelaskan bahwa :
1. Sertifikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dalam buku tanah hak yang bersangkutan

2. Dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak atas tanah tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak terbitnya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan kepengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

Sertifikat hak atas tanah membuktikan, bahwa seseorang atau suatu badan hukum mempunyai suatu hak atas bidang tanah tertentu, sedangkan sertifikat hak tanggungan membuktikan, seseorang atau badan hukum, sebagai kreditur mempunyai hak tanggungan/jaminan atas suatu atau beberapa bidang tanah tertentu.
Adapun tujuan dari pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dalam Pasal 3 Sebagaimana :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Yakni dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah. (Maura SW, Sumardjono, 2001).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 diadakan perbedaan menurut obyek sehubungan dengan kegiatan pendaftaran yaitu untuk pertama kali, secara sistematik dan secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik untuk pertama kali adalah semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Sedangkan pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara indifidual atau masal.
Dalam hal bentuk pemisahan dan perbedaan dari sistem pendaftaran tanah sebagaimana diamanatkan oleh peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 maka secara jelas dapat digambarkan pemisahannya antara pendaftaran tanah secara sistematik dan sporadik dapat dilihat pada bagan berikut:









Gambar 1
Bagan Pemisahan Sistem Pendaftaran Tanah Secara
Sistematik Dan Sporadik













Berdasarkan hal tersebut di atas dan untuk mengetahui prosedur penerbitan sertifikat hak atas tanah maka dibawah ini ada beberapa cara yang biasa ditempuh oleh pemohon untuk memperoleh sertifikat tanah :
Pertama : Pendaftaran tanah dilakukan dengan cara pemohon sertifikat mendatangi kantor pertanahan dan mengajukan permohonan seraya menyerahkan berkas permohonan serta persyaratan kelengkapan seperlunya termasuk surat kuasa dari pemilik (jika pemohon mengurus tanah orang lain) dan membayar sejumlah biaya yang telah ada daftar tarifnya sesuai luas tanah pemohon proses pembayaran berlangsung diloket khusus gedung kantor pertanahan.
Kedua : Pemohon menunjukan batas-batas bidang tanah yang di klaim sebagai hak milik dilapangan kepada petugas kantor pertanahan, setelah pemohon menerima surat atau pemberitahuan permintaan untuk itu dari kepala kantor pertanahan
Ketiga : Pemohon mengisi dan menandatangani berita acara mengenai data fisik dan data yuridis hasil pengukuran dan pemeriksaan petugas kantor pertanahan dihadapan petugas kantor pertanahan
Keempat : Pemohon menunggu terbitnya sertifikat hak milik tanah sekurang-kurangnya selama 60 (enam puluh) hari sejak berakhirnya langkah ketiga diatas. Waktu penantian 60 hari tersebut diperlukan oleh kantor pertanahan guna mempublikasikan/ ngumumkan data fisik dan data yuridis bidang tanah pemohon pada papan pengumuman di kantor pertanahan dan kantor desa/kelurahan atau atas biaya dapat diumumkan melalui iklan atau surat kabar daerah
Kelima : Pemohon menerima sertifikat hak milik atas tanah dikantor pertanahan dari pejabat yang berwenang, setelah pemohon sebelumnya menerima surat panggilan atau pemberitahuan dalam bertuk lain dari kantor pertanahan untuk itu.
Tahapan cara-cara sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya adalah tata cara pendaftaran tanah untuk pertama kali cara Sporadik dan Sistematik. yang membedakan antara pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik dalah:
1. Pendaftaran tanah secara sistematis adalah : yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftardalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.
2. Sementara pendaftaran tanah secara sporadik yakni, kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.
Pada dasarnnya bentuk pendaftaran tanah yang dianut adalah sama akan tetapi yang membedalan antara penerapan/metode pendaftaran tanah saja yang berbeda sesuai dengan program kerja yang disusun oleh pihak BPN selaku lembaga pemerintah non departemen yang mempunyai bidang tugas dibidang pertanahan.
2.4 Prosedur Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah
Dalam proses penyelesaian sengketa hak atas tanah, ada beberapa tahapan yang harus menjadi tolak ukur dalam menyelesaikan kasus-kasus dibidang pertanahan. Sebelum sampai pada tingkatan penyelesaian kasus sengketa pertanahan terlebih dahulu harus dianalisis sebab-sebab terjadinya kasus sengketa pertanahan tesebut sehingga dalam menyelesaikan kasus tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan yang sesuai dengan karakter kasus yang dihadapi.
2.4.1 Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah
1. Sengketa pertanahan biasanya diketahui oleh badan pertanahan nasional dengan adanya Pengaduan.
2. Adanya pengaduan ditindaklanjuti dengan mengidentifikasi masalah, untuk mengenali masalah tersebut menjadi kewenangan Badan Pertanahan Nasional atau kewenangan instansi lainnya
3. Meneliti permasalahan yang menjadi kewenangan Badan Pertanahan Nasional, untuk membuktikan kebenaran pengaduan, serta menentukan apakah pengaduan yang bersangkutan beralasan untuk diproses lebih lanjut.
4. Jika hasil penelitian perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan data fisik dan administrasi serta yuridis, maka kepala kantor pertanahan dapat mengambil langkah-langkah pengamanan berupa pencegahan mutasi (status quo).
5. Jika permasalahan bersifat strategis, maka diperlukan pembentukan tim terpadu dari beberapa unit kerja, jika bersifat politis, sosial, ekonomis, maka tim melibatkan lembaga lain, seperti Dawan Perwakilan Rakyat (DPR), Departemen dalam Negeri (DEPDAGRI), Pemerintah Daerah (PEMDA) dan Instansi terkait lainnya.
6. Tim akan menyusun laporan hasil penelitian untuk menjadi bahan rekomendasi penyelesaian.
2.4.2 Fungsi dan Peran Badan Pertanahan Nasional Dalam Penanganan Masalah Sengketa Hak Atas Tanah
Badan Pertanahan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen yang mempunyai bidang tugas dibidang pertanahan dengan unit kerjanya, yaitu kantor wilayah BPN ditiap-tiap Provinsi dan di daerah Kabupaten/Kota yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah. lembaga tersebut dibentuk berdasarkan surat keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 tahun 1988 yang bertugas membantu presiden dalam mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan, baik berdasarkan UUPA maupun peraturan perundang-undangan lain yang meliputi pengaturan penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah, pengurusan hak-hak tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden.
Adapun beberapa fungsi dari BPN selaku lembaga yang bekerja dibidang pertanahan, maka disini dapat kita lihat fungsi dan peran dari lembaga tersebut yakni :
1. Merumuskan kebijakan dan perencanaan penguasaan dan penggunaan tanah.
2. Merumuskan kebijakan dan perencanaan pengaturan pemilikan tanah dengan prinsip-prinsip bahwa tanah mempunyai fungsi sosial sebagaimana diatur dalam UUPA.
3. Melaksanakan pengurusan hah-hak atas tanah dalam rangka memelihara tertib administrasi dibidang pertanahan.
4. Melaksanakan penelitian dan pengembangan dibidang pertanahan serta pendidikan dan latihan tenaga-tenaga yang diperlukan dibidang administrasi pertanahan.
5. Menelaah dan mengolah data untuk menyelesaikan perkara di bidang pertanahan.
6. Menampung gugatan-gugatan, menyiapkan bahan memori jawaban, memori/kontrak memori banding, memori/kontrak memori kasasi, memori/kontrak memori peninjauan kembali atas perkara yang diajukan melalui peradilan terhadap perorangan dan badan hukum yang merugikan Negara.
7. Mengumpulkan data masalah dan sengketa pertanahan.
8. Menelaah dan menyiapkan konsep keputusan mengenai penyelesaian sengketa hak atas tanah.
9. Menelaah dan menyiapkan konsep keputusan pembatalan hak atas tanah kerena cacat administrasi dan berdasarkan kekuatan putusan peradilan.
10. Melaksanakan dokumentasi.
Demi memperlancar kerja BPN dalam proses pendaftaran hak atas tanah maka terdapat pula pejabat pembuat akta tanah sebagaimana yang telah diamanatkan oleh peraturan pemerintah Nomor 37 tahun 1998 yang pada dasarnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemeliharaan data pendaftaran tanah, yaitu dengan membuat alat bukti mengenai telah telah terjadinya perbuatan hukum menyangkut sebidang tanah tertentu yang kemudian dijadikan dasar untuk mendaftar perubahan data yuridis yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu, dengan ditetapkan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997, maka korelasi lembaga jabatan pejabat pembuat akta tanah dengan pelaksanaan administrasi pertanahan semakin jelas. hal ini terlihat adanya kewajiban bagi PPAT untuk dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penandatanganan akta tentang adanya peralihan atau pembebanan hak atas tanah mendaftarkan akta tersebut pada kantor pertanahan setempat. dalam pasal 1 angka 25 peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997, pejabat pembuat akta tanah diartikan sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu serta melakukan tindakan membantu kepala kantor pertanahan dalam melasanakan tukas pendaftaran tanah dengan membuat akta mengenai perbuatan hukum mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data yuridis.
2.4.3 Pembatalan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah.
Pembatalan surat keputusan pemberian Hak Atas Tanah merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa Hak Atas Tanah yang disebabkan surat keputusan pemberian hak dan atau sertifikat Hak Atas Tanah yang merupakan “Beschiking” atau keputusan pejabat Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Kepala BPN atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota mengandung cacat dan merugikan salah satu pihak tertentu.
Pembatalan hak atas tanah sebagaimana dimaksud yakni, suatu bentuk penyelesaian sengketa lewat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (disingkat PTUN), yaitu majelis hakim mengeluarkan surat putusan kepada kepala BPN setempat untuk mencabut sertifikat hak atas tanah. dalam proses penyelesaian sengketa sebagaimana pada tingkatan PTUN maka dalam sengketa itu para pihak harus membuktikan bahwa ada keterkaitan pihak pejabat atau lembaga Tata Usaha Negara atau pejabat badan pertanahan yang mengeluarkan suatu surat bukti otentik, yang membuktikan bahwa lembaga tata usaha tersebut dapat dituntut.
Dalam proses pembatan pemberian hak atas tanah terdapat antinomi norma hukum antara BPN dan PTUN, sehingga terkadang proses pembatalan hak atas tanah oleh kedua lembaga ini dirasakan saling bertindih antara keputusan BPN yang dalam pasal 1 Permeneg Agraria/ Kepala BPN Nomor 1 tahun 1999 tentang tata cara penangan sengketa pertanahan, yang salah satu proses penyelesaiannya itu melalui pembatalan pemberian hak atas tanah. kemudian dengan kewenangan PTUN yang merupakan kompetensi Absolut peradilan tata usaha negara. yang berlandaskan pada keputusan pejabat tata usaha negara (KTUN).
Adanya pertentangan atau konflik norma hukum dalam pembatalan pemberian hak atas tanah tersebut diatas, terlihat semakin tidak adanya kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa dibidang pertanahan. disatu sisi sengketa pertanahan dapat diselesaikan oleh PTUN, namun disisi lain sengketa hukum dibidang pertanahan dapat diselesaikan oleh BPN. Dilihat dari prosedurnya, penyelesaian sengketa pertanahan oleh badan pertanahan nampaknya lebih praktis dibanding penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Dibalik itu secara objektif dapat dipahami mengingat badan pertanahan merupakan satu-satunya badan yang berwenang menerbitkan sertifikat hak atas tanah. dengan demikian ia lebih memahami bagaimana tata cara menerbitkan sertifikat dan bagaimana memahami sertifikat yang cacat hukum administratif, meskipun akhir penyelesaian masih dapat diajukan gugatan melalui pengadilan.
2.4.4 Tata Cara dan Persyaratan Pembatalan Hak Atas Tanah
Dalam proses pembatalan hak atas tanah sebagai bagian dari bentuk penyelesaian sengketa pada pengadilan sebagaimana kasus sengketa yang sering di tangani pada PTUN, biasanya apabila pada kasus sengketa sertifikat ganda yang sudah sampai pada penentuan putusan mengenai status hukum tetap, maka majelis hakim dengan berdasarkan putusan yang telah inkra akan memerintahkan pembatalan hak atas tanah melalui kepala badan pertanahan setempat, adapun dua macam pembatalan Hak Atas Tanah sebagiman yang biasanya diterapkan oleh mejelis hakim pada PTUN ialah :
1. Dilakukan sebagai pelaksanaan keputusan pengadilan, pada prinsipnya merupakan bentuk dari eksekusi administrasi berkenaan dengan status subyek dan obyek tanah sengketa, sedangkan eksekusi fisik dilakukan oleh aparat pada pengadilan Negeri. dan
2. Dilakukan kerena terdapat cacat administrasi dalam proses penerbitannya, misalnya terdapat kesalahan dalam penerapan peraturan perundang-undangan. kesalahan subyek hak, kesalahan obyek hak, kesalahan jenis hak, kesalahan perhitungan luas, tumpang tindih hak, kesalahan data fisik dan data yuridis, dan kesalahan administrasi lainnya.
Dalam praktek pembatan hak atas tanah sebagaimana diterapkan oleh BPN sebagai salah satu tugas dan kewenangannya hanya dapat dilakukan apabila pembatalan hak atas tanah tersebut dengan alasan cacat hukum administrasi. tetapi hal tersebut tidak secara langsung dapat mengakhiri suatu persengketaan, oleh karena putusan BPN dalam penyelesaian sengketa pertanahan masih dapat diajukan gugatan melalui PTUN oleh warga masyarakat yang tidak puas dengan putusan tersebut dan sengketa ini kemudian disebut sengketa administrasi.





DAFTAR PUSTAKA



Adrian Sutedi. 2006. Politik Dan Kebijakan Hukum Pertanahan Serta Berbagai Permasalahannya. Cipta Jaya, Jakarta

Ali Achmat Chomzah 2003. Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid I Prestasi Pustaka Jakarta.

-------, 1988. Pendaftaran Dan Konfensi Hak-Hak Atas Tanah Menurut UUPA. Alumni Bandung.

Ali Sofyan. 2004. Konflik Pertanahan,CV. Sinar Harapan, Jakarta

Boedi Harsono, 1999. Hukum Agraria Indonesia (Hukum Tanah Nasional), Djambatan Jakarta.

-------, 2004. Hukum Agraria Indonesia (Himpinan Peraturan Pertanahan), Djambatan. Jakarta.

Edi Prajoto, 2006. Antinomi Norma Hukum Pembatalan Pemberian Hak Atas Tanah Oleh Peradilan Tata Usaha Negara Dan Badan Pertanahan Nasional. CV. Utomo. Bandung

H. Ali. A.C, 2002. Hukum Tanah dan Seri Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.

-------, 2007. Sertifikat dan Permasalahannya, dan Seri Hukum Pertanahan Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.

-------, 2003. Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah. Prestasi Pustaka, Jakarta.

Hadi S.T. 2007. Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Pertanahan, Harvarindo, Jakarta.

Herman Hermit, 2004. Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda. CV. Mandar Maju, Bandung

Irawan Soerodjo, 2003. Kapasitas Hukum Atas Tanah di Indonesia, Arkola Surabaya.

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003. Hak-Hak Atas Tanah, Prenada Media Kencana. Jakarta.

Kartasapoetra, G. 1991. Hukum Tanah dan Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Kartasaputra. 2005. Masalah Pertanahan di Indonesia, Rineka Cipta. Jakarta.

Maria S.W. S, 2005. Kebijakan Pertanahan (Antara Regulasi dan Inplementasi), Buku Kompas, Jakarta.

Muhadar. 2006. Viktimisasi Kejahatan Pertanahan. Laksbang Pressindo, Yogyakarta.
Parlindungan A.P. 1999. Hilangnya Hak-hak Atas Tanah CV. Mandar Maju, Bandung.

Soegiarto. 2000. Permasalahan dan Kasus-Kasus Pertanahan, Prenada Media Kencana. Jakarta.

Urip Santoso. 2005. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Prenada Media, Jakarta.

Yahya A.M. 2004. Masalah Kebijakan Pembinaan Pertanahan Indonesia. Tiara Wacana, Bandung.
By; Dust Ningky

Baca Selengkapnya.....

Design by Dzelque Blogger Templates Modification by Dheedy_as 2007-2008